Antisipasi Bencana, Pemerintah Perkuat Konstruksi Prasarana Air
Jakarta - Bencana yang berkaitan dengan daya rusak air menjadi perhatian negara-negara di dunia. Dalam sepuluh tahun terakhir, bencana terkait air seperti banjir, kekeringan, dan tsunami tidak hanya semakin sering frekuensinya, namun dampaknya parah bagi pembangunan berkelanjutan.
Air dan bencana menjadi tema utama pada pertemuan ke-8 High Level Expert and Leaders Panel on Water and Disasters (HELP) yang dihadiri oleh 34 orang anggota dari 18 negara. Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan rumah pertemuan tersebut yang akan berlangsung dari tanggal 31 Oktober hingga 3 November 2016.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono membuka sesi pertama HELP yakni seminar bertema "Flood Resilience and Climate Change" di Pendopo Kementerian PUPR, Jakarta (31/10/2016). Beberapa peserta yang hadir diantaranya Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Air Han Seung-Soo, Menteri Pertanian, Peternakan dan Irigasi, Republik Myanmar Aung Thu, Wakil Menteri Urusan Teknik, Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi dan Pariwisata, Jepang Masafumi Mori, Wakil Presiden untuk Pengelolaan Pengetahuan dan Pembangunan Berkelanjutan, Asian Development Bank Bambang Susantono.
Menteri Basuki dalam sambutannya menyampaikan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki intensitas bencana tinggi. Beberapa bencana alam yang kerap terjadi di Indonesia adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, dan banjir. Diantara bencana tersebut, banjir memiliki persentase yang tinggi dibandingkan bencana lain yang terjadi di Indonesia.
“Banjir adalah bencana yang sering terjadi di Indonesia, yaitu mencapai 31,8% dari semua bencana yang terjadi di Indonesia dalam dekade terakhir,” jelasnya dalam keterangan resmi, Selasa (1/11/2016).
Banjir menyebabkan banyak korban, baik korban jiwa maupun properti. Insiden terbaru adalah kejadian banjir bandang di Garut, Jawa Barat pada 20 September 2016 lalu. Penyebab banjir salah satunya faktor alam, yaitu tingginya intensitas curah hujan dan topografi daerah yang menyerupai mangkuk serta perubahan penggunaan lahan.
Dalam dekade terakhir, ada beberapa bencana besar yang terjadi di Indonesia. Misalnya, tsunami yang melanda Provinsi Aceh pada tahun 2004, yang disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan 8,9 Richter. Selain tsunami, Indonesia juga menghadapi aliran debris bencana. Gunung Sinabung, gunung berapi yang terletak di Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, yang tidak pernah meletus sejak tahun 1600, tapi tiba-tiba menjadi aktif kembali pada tahun 2010. Letusan terakhir terjadi pada tahun 2013 dan belum menunjukkan penurunan aktivitas letusan.
Menteri Basuki mengatakan, membutuhkan komitmen yang kuat untuk melaksanakan program struktural dan non-struktural dalam upaya mencegah dan memecahkan krisis bencana yang berhubungan dengan air.
Upaya struktural dilakukan melalui konstruksi prasarana sumber daya air seperti bendungan, saluran drainase, polder, dan pompa. Sedangkan upaya non-struktural dilakukan dengan upaya penghematan air, pengelolaan sumber daya air terpadu di Daerah Aliran Sungai, sistem peringatan dini untuk kesadaran masyarakat dan tanggap darurat.
“Sistem peringatan dini banjir dan kekeringan yang berguna untuk mengurangi risiko, seperti korban, kerugian material, dan mengurangi gangguan terhadap perekonomian secara komprehensif,” tambah Menteri Basuki.
Sementara itu Kepala Balitbang Kementerian PUPR Danis H. Sumadilaga mengatakan pertemuan HELP akan membicarakan dan bertukar pikiran antara Negara peserta mengenai bagaimana meminimalisir resiko akibat banjir.
“Nanti akan menjadi rekomendasi kepada PBB. Intinya kita berkumpul untuk membicarakan hal-hal yang strategis dilakukan untuk mengatasi masalah yang diakibatkan oleh banjir,” tutur Danis.
Kementerian PUPR melalui Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) saat ini sedang mengembangkan Pusat Studi Hidro Informatika, yang mengintegrasikan data statis dan dinamis.
Pusat ini menyediakan layanan pada informasi sumber daya hidrologi dan air dengan lead time dari 10 hari dan 32 hari berikutnya. Selain itu, sistem peringatan dini banjir dan tanah longsor bencana juga diterbitkan oleh pusat ini.
Sistem tersebut saat ini sedang ditingkatkan dan dapat diakses dalam sistem peringatan aplikatif yang diperlukan untuk mengukur respon dan tindakan cepat terhadap bencana air terkait. Sistem peringatan aplikatif yang dapat dioperasikan adalah Sistem Peringatan Banjir Dini menghadirkan skala banjir di peta genangan untuk wilayah Jakarta, DAS Citarum di Provinsi Jawa Barat, Kali Garang di Provinsi Jawa Tengah.
Sistem Peringatan Dini untuk Kekeringan di Jawa, dan data real time ketersediaan air di Jawa dan Sumatera (2016) untuk mendukung Sistem Informasi Ketersediaan Air di Irigasi Utama untuk lebih mengefektifkan pengoperasian sistem irigasi di Indonesia.
Selain menggelar pertemuan/seminar pada tanggal 31 Oktober - 1 November 2016, anggota HELP nantinya akan diajak untuk mengunjungi Aceh pada 2-3 November 2016 sebagai contoh dari wilayah yang berhasil bangkit dari bencana yang disebabkan oleh air.