2017 Persaingan Jasa Konstruksi Semakin Ketat
Makassar– Jelang tahun 2017, dimana seluruh Badan Usaha Milik Negara atau BUMN dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak di bidang konstruksi, mewajibkan tenaga kontruksi yang bersertifikasi bekerja.
Direktur Kelembagaan Sumber Daya Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR, Yaya Supriyatna mengatakan, jumlah pekerja konstruksi yang tersertifikasi harus terus didorong karena menurutnya pekerja konstruksi yang telah disertifikasi hanya 10 persen, dari 7,2 juta pekerja konstruksi yang ada di Indonesia.
“Dalam industri konstruksi, yang paling penting adalah Sumber Daya Manusia atau SDM,” ujar Yaya, saat menghadiri Gerakan Sertifikasi Tenaga Kerja Konstruksi se Sulsel dan Seminar Nasional, di Hotel Clarion Makassar, Senin, 21 November 2016.
Yaya mengatakan, mendukung gerakan sertifikasi tenaga kerja konstruksi se Sulsel yang dilakukan oleh Dina Tata Ruang Dan Pemukiman atau Distarkim, karena menurutnya sertifikasi tidak hanya melindungi profesi pekerja konstruksi, tapi bisa memberikan jaminan kepada masyarakat untuk menghasilkan produk konstruksi yang berkualitas.
“Mudah mudahan gerakan ini bisa diikuti seluruh provinsi di Indonesia. Apalagi, jumlah tenaga konstruksi yang tersertifikasi masih sangat sedikit, baru sekitar 10 persen,” kata Yaya
Diketahui sebelumnya, Distarkim Sulsel menggandeng Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi atau LPJK untuk melakukan sertifikasi pekerja konstruksi. Sertifikasi tersebut sesuai dengan perintah UU Jasa Konstruksi, yang mewajibkan pekerja konstruksi mengikuti proses sertifikasi.
Kepala Distarkim Sulsel, Andi Bakti Haruni, mengatakan, pihaknya hanya menargetkan sertifikasi 1.000 pekerja bangunan tahun ini. Tapi, hingga 18 November lalu, jumlah tukang bangunan yang sudah disertifikasi mencapai 1.207 orang. dirinya berharap, semua tukang bangunan atau pekerja konstruksi di Sulsel bersertifikasi. Mengingat, sertifikasi menjadi syarat untuk mengerjakan bangunan pemerintah. Meskipun, dari sisi kemampuan anggaran, Distarkim Sulsel memiliki keterbatasan untuk melakukan sertifikasi.
“Kita lihat perusahaan-perusahaan besar, dan mereka punya tukang yang fanatik bekerja dengan dia. Sertifikasi ini untuk perorangan, tapi mereka lebih banyak berkumpul di perusahaan,” pungkas Bakti.