Ada Aturan Ini, Sektor Jasa Konstruksi RI Bakal Bergairah
Jakarta - Pemerintah dan DPR baru saja merampungkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi. Aturan menggantikan UU Jasa Konstruksi Nomor 18 tahun 1999, yang sudah berlaku selama kurang lebih 17 tahun.
Dalam UU baru ini diatur dari hulu sampai hilir tentang jasa konstruksi baik mengenai rantai pasok, delivery system dalam sistem pengadaan barang dan jasa serta mutu konstruksi mutu, serta kebutuhan dalam penyelesaian sengketa konstruksi.
Dirjen Bina Konstruksi, Kementerian PUPR, Yusid Toyib, mengatakan adanya UU ini pada akhirnya akan meningkatkan daya saing industri jasa konstruksi dalam negeri di era persaingan global.
"Ini akan mendorong industri konstruksi untuk tumbuh, karena kita mengatur UU ini dari hulu sampai hilir. Rantai pasoknya pun kita atur. Misalnya material seperti apa yang digunakan, kita juga bentuk spesialis, inilah yang menjamin mutu. Kalau ada kontraktor spesialis, jaminan mutu kan ada. Jadi pertumbuhan itu adalah kualitasnya yang kami harapkan, karena kita membentuk spesialis," katanya saat ditemui di Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Yusid menjelaskan, UU jasa konstruksi ini tidak Iagi berorientasi hanya kepada urusan bidang PUPR, tetapi mencakup penyelenggaraan pekerjaan konstruksi di Indonesia secara utuh. UU ini memberikan adanya perlindungan hukum terhadap upaya yang menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi.
Perlindungan ini termasuk perlindungan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam melaksanakan pekerjaan konstruksi, di mana pada RUU tentang Jasa Konstruksi yang baru yang diatur bukan kegagalan pekerjaan konstruksi, melainkan kegagalan bangunan. Hal ini sebagai perlindungan antara pengguna dan penyedia jasa saat melaksanakan pekerjaan konstruksi.
"Yang ada di UU ini sekarang adalah kegagalan bangunan, bukan kegagalan konstruksi. Karena kalau kita bicara konstruksi, orang lagi bekerja. Kalau orang lagi bekerja ya berarti masih dalam suatu perjanjian kontrak," tutur Yusid.
Selain itu, dalam UU ini penegasan dipertegas mengenai mekanisme penyelesaian sengketa konstruksi sebagai ranah keperdataan.
"Kalau kontrak kita berakhir apabila ada sengketa, itu tidak di pengadilan. Paling tinggi adalah arbitrase. Tapi sebelum itu kita bikin dewan sengketa untuk bisa mengakurkan kedua belah pihak ini," jelasnya.
Dewan sengketa ini sendiri akan ditentukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa, yang isinya adalah ahli konstruksi terkait, sehingga tercipta penyelenggaraan tertib usaha jasa konstruksi yang adil, sehat dan terbuka melalui pola persaingan yang sehat.
Menurut Yusid, selama ini sengketa seringkali diselesaikan oleh bukan ahli bidang konstruksi sehingga menghasilkan putusan yang kurang adil bagi para pihak yang bersengketa. Selain itu prosedur pengadilan yang lama dan berbelit-belit juga dianggap memberikan udara yang tidak begitu sehat dalam perkembangan bisnis sektor konstruksi.
"Jadi nanti dewan sengketa akan meluruskan segala klaim yang diajukan baik oleh penyedia jasa ataupun pengguna jasa dalam pekerjaan konstruksi, mulai dari perencanaan sampai dengan masa operasional dan pemelinaraan sebelum berkembang menjadi sengketa. Diharapkan dengan pembentukan dewan sengketa pada setiap pekerjaan konstruksi di Kementerian PUPR, kita bisa meningkatkan iklim bisnis konstruksi di Indonesia" tukasnya.
Saat ini, pemerintah dan DPR sendiri tengah mensosialisasikan UU ini kepada stakeholder terkait, baik dari internal pemerintah maupun eksternal, dari pelaku usaha jasa konstruksi.