Hadapi FTA, LKPP Kumpulkan Kontraktor Sumut
Jakarta - Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengumpulkan para pengusaha konstruksi Sumut, di Hotel Grand Mercure, Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan.
Mereka membicarakan kesiapan pengusaha untuk menghadapi perdagangan bebas atau free trade agreement (FTA), khususnya di sektor konstruksi dalam kegiatan Capacity Building dan Survey.
Kemudian diminta masukan dan saran. Itu menjadi bahan penting bagi penyusunan negosiasi perjanjian kerjasama asing dalam kaitan dengan rencana keikutsertaan Indonesia meratifikasi government procurement agreement (GPA).
LKPP mengajak pengusaha konstruksi Sumut untuk bersiap memasuki pasar konstruksi baru di FTA tersebut atau berekspansi dari pasar konstruksi dalam negeri.
Desi Rachmawaty dari LKPP membeberkan dampak dari keikutsertaan di FTA, mulai dari laba hingga adanya dampak keekonomian dari suatu proyek yang dibangun.
Dampak negatifnya juga ada semisal tidak terberdayakannya para pekerja lokal maupun serta dampak berupa terbawanya uang dalam negeri ke luar.
"Saat ini 22 negara sudah ikut meratifikasi GPA FTA, dan Indonesia baru akan bersiap meratifikasi setelah menghimpun saran dan masukan serta melihat fakta di lapangan, saat ini Indonesia masih sebatas observer saja," katanya.
Namun menurut Ketua Lembaga Penembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP) Sumut, Tonggo Siahaan, belum saatnya perusahaan konstruksi Sumut untuk bermain di FTA.
Menurut Tonggo, biarkan saja dulu pengusaha lokal bermain di pasar lokal sambil diikuti dengan pembinaan, pemberdayaan dan penguatan perusahaan konstruksi, sebaliknya mendorong BUMN konstruksi untuk menghadapi FTA itu.
Pasalnya pasar dalam negeri seperti di Sumut, kata Tonggo, masih menjanjikan. Kemudian kelasnya pengusaha Sumut, hampir keseluruhan masih taraf lokal.
Di samping itu, banyak hal yang melatarbelakangi ketidaksiapan itu, seperti daya saing akibat belum tegaknya aturan pengadaan barang/jasa pemerintah dilakukan.
Ketua Ikatan Nasional Konsultan Indonesia (Inkindo) Sumut, Rikardo Manurung juga mengatakan hal yang sama. Selain di daya saing, pengusaha Sumut masih terkendala dalam hal permodalan.
"Makanya juga sudah perlu dipikirkan bersama bagaimana agar ada bank konstruksi atau yang minimal berbentuk kredit konstruksi khusus, dimana suku bunga dan agunannya diatur tersendiri," katanya.
Belum berdaya saingnya pengusaha lokal, tambah Rikardo, memuncak dari persaingan pengusaha konstruksi lokal dengan BUMN konstruksi.
"Bagaimana kita mau go internasional?, selama ini pasar kita juga dikuasai BUMN, kapan kita bisanya," tukasnya.
Karenanya, Rikardo mengusulkan agar BUMN konstruksi saja yang didorong untuk mengikuti FTA sektor konstruksi tersebut, karena mereka lebih siap.
"Sambil dilakukan pelatihan dan pembinaan serta persiapan untum FTA, sebaiknya BUMN saja dulu yang didorong ke FTA," katanya.