Pemerintah Kembangkan Hunian Terintegrasi LRT Palembang
Palembang – Pemerintah berencana mengembangkan komersialisasi aset dari moda Light Rail Transit (LRT) Sumatera Selatan dengan membangunan konsep hunian terintegrasi dengan transportasi massal tersebut yakni Transit Oriented Development (TOD) yang akan dimulai pada semester II di tahun ini. Rencananya TOD ini akan ada di 13 stasiun LRT Sumatera Selatan pada tahun 2023.
Kepala Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Selatan, Sugiyanto menyampaikan pengembangan TOD nantinya akan dibuat dalam radius satu kilometer disetiap stasiun LRT. Nantinya pembangunan TOD ini akan terbagi kedalam 4 fase. Hal ini juga disesuaikan dengan tingkat kesiapan pada pasar properti komersial dan area lahan pengembangan.
“Kita perlu mempercepat TOD yang ada di Sumatera Selatan dan salah satunya dengan menyiapkan regulasi yang lebih matang dan baik," Jelas Sugianto
Pada fase pertama TOD akan dibangun diwilayah stasiun Bumi Sriwijaya, stasiun Cinde dan stasiun Ampera yang diyakini telah siap untuk dibangun untuk TOD. Kemudian untuk fase dua akan di alokasikan dekat stasiun Garuda Dempo dan stasiun RSUD. Dilanjut fase tiga dan empat yang masing masing akan terletak mulai dari stasiun Asrama Haji sampai stasiun DJKA.
"Semua fase dilakukan secara bertahap sesuai regulasi dan penelitian yang ada. Pembangunan TOD nanti akan sampai dalam radius 1 Kilometer di tiap stasiun," kata Sugianto.
Sementara itu Kepala Seksi Pemanfaatan Sarana dan Prasarana Perkeretaapian Balai Pengelola Kereta Api Ringan Sumsel, Eben Torsa menyampaikan sudah banyak permintaan dari pihak swasta untuk bisa memanfaatkan wilayah sekitar stasiun LRT ini.
“Sudah banyak yang minta tetapi kami perlu menyelesaikan sejumlah tahapan dulu untuk nantinya bisa menghadirkan pusat komersil di stasiun,” Kata Eben
Eben sendiri menyampaikan saat ini tim nya sedang melakukan pengurusan dokumen Badan Layanan Umum (BLU) di Kementerian Keuangan terkait bahasan tarif sewa dari komersialiasi aset LRT Sumatera Selatan.
“Ini [komersialisasi aset LRT] berbeda dengan MRT Jakarta karena kalau MRT sudah dikelola oleh BUMD, kalau Sumsel perlu bentuk BLU dahulu baru bisa bahas tarif sewa,” jelasnya.
Dengan adanya komersialiasi aset ini akan berdampak positif terhadap pendapatan LRT yang saat ini baru mengandalkan dari penjulan tiket saja. Saat ini diperkirakan total pengeluaran yang dibutuhkan untuk operasional LRT mencapai Rp 130 miliar, sementara pendapatan diproyeksi hanya Rp 40 miliar. Maka terdapat deficit sekitar Rp 94,8 miliar yang perlu disubsidi pemerintah untuk operasional LRT Sumatera Selatan tersebut.