RI-Afghanistan Perkuat Kerja Sama di Bidang Industri

07/04/2017

Tidak berkategori

Jakarta - Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat kerja sama di bidang industri dengan Afghanistan. Salah satu sektor industri yang potensial untuk dikerjasamakan yaitu tekstil.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, Afghanistan merupakan mitra dagang nonmigas terbesar di Asia Tengah. Ke depan, ia berharap, semakin banyak peluang kerja sama ekonomi dapat terjalin antara Indonesia dengan Afghanistan.

Menurut dia, memperkuat kerja sama akan meningkatkan total perdagangan serta mengoptimalkan keuntungan komparatif dan kompetitif bagi kedua negara.

”Kami berkomitmen untuk memperkuat dan melanjutkan kerja sama bilateral, terutama di sektor industri. Sebagai negara yang sama-sama memiliki penduduk muslim yang besar, Indonesia menganggap Afghanistan sebagai saudara yang penting dalam hubungan politik maupun ekonomi,” ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (7/4/2017).

Secara historis, Afghanistan memiliki kedekatan khusus dengan Indonesia karena merupakan salah satu negara yang mengakui awal kedaulatan Republik Indonesia. Kedua negara telah menjalin hubungan yang baik selama 62 tahun dan berperan aktif menyukseskan Konferensi Asia Afrika tahun 1955.

Airlangga menjelaskan, dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah Afghanistan telah mengambil langkah reformasi untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif. Oleh karena itu, pelaku bisnis Indonesia perlu melihat peluang dagang dan perluasan usaha ke negara tersebut.

“Yang masih potensial, antara lain sektor agrikultur, proyek infrastruktur, eksplorasi mineral, tekstil dan aneka, serta sektor industri kecil dan menengah,” kata dia.

Sebaliknya, dia mengundang pelaku bisnis Afghanistan agar meningkatkan penanaman modal di Indonesia khususnya di industri manufaktur, mulai dari sektor barang konsumsi hingga barang modal.

“Termasuk juga jasa perawatan untuk mendukung proyek infrastruktur di dalam negeri. Kerja sama ini akan menempatkan Indonesia sebagai partner utama di Asia Tenggara untuk memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi Afghanistan,” jelas dia.

Airlangga juga memberikan apresiasi kepada kalangan pebisnis Afghanistan yang telah berinvestasi di Indonesia dengan nilai mencapai US$ 12,3 juta pada 2016. Investasi tersebut, terdistribusi dominan di sektor industri kimia dan farmasi. Tahun sebelumnya, inbestasi lebih banyak di industri tekstil.

Diharapkan, penguatan hubungan bilateral akan membawa pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi masing-masing negara. Pada 2015, total perdagangan kedua negara mencapai US$ 36,5 juta, bahkan pada 2014 mencatat capaian tertinggi sebesar US$ 77 juta.

“Dalam perdagangan antar negara, sejak 2011 sampai 2015, walaupun terjadi fluktuasi, dapat tumbuh 3,83 persen rata-rata per tahun,” ungkap Airlangga.

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menyatakan, peluang bagi Indonesia adalah dapat memanfaatkan posisi Afghanistan menjadi negara penghubung untuk masuk ke kawasan Asia Tengah dan Asia Selatan. Pasalnya, Afghanistan tengah mengembangkan sejumlah pelabuhan di kawasan ekonomi khusus untuk membantu pengelolaan logistik bagi produk-produk yang akan didistribusikan baik ke Afghanistan maupun negara sekitar di kawasan Asia Tengah.

"Kami juga sedang menyediakan jalur transmisi listrik dan jalur pipa gas bagi beberapa negara di Asia Selatan," jelas dia.

Sementara itu, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani menjelaskan, kendati kerja sama Afghanistan dinilai sebagai negara nontradisional oleh dunia bisnis Indonesia. Namun hal itu membuat potensi bisnis dan investasi kedua negara terbuka begitu besar.

"Sejumlah upaya dapat diusung untuk memperkuat pertukaran ekonomi dan bisnis, selain membangun kepercayaan bersama dan kepercayaan diri di antara pebisnis serta upaya mempromosikan perdagangan secara langsung," ucap dia.

Merujuk data BKPM, nilai investasi Afghanistan di Indonesia pada periode 1 Januari 2010 hingga 30 Juni 2016 ada di peringkat ke-34 daftar investor asing di Indonesia. Nilai tersebut lebih besar daripada nilai investasi Selandia Baru pada peringkat ke-35, Norwegia di peringkat ke-36 atau Arab Saudi di peringkat ke-39 pada periode yang sama.