Penyederhanaan Regulasi dan Inovasi Akan Tingkatkan Daya Saing Infrastruktur Indonesia
Jakarta – Untuk meningkatkan daya saing Indonesia ditengah persaingan global, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus mempercepat pembangunan infrastruktur di segala bidang mulai dari pembangunan jalan, jembatan, bendungan, saluran irigasi, air bersih, perumahan dan penataan kawasan. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, mengatakan, infrastruktur merupakan kunci untuk meningkatkan peringkat daya saing Indonesia.
Berdasarkan data The Global Competitiveness Report 2016-2017 dari World Economic Forum (WEF), daya saing Indonesia berada pada peringkat 41 dan daya saing infrastruktur pada peringkat 60. Kementerian PUPR menargetkan dapat meningkatkan peringkat daya saing infrastruktur dari peringkat 60 naik menjadi peringkat 40 tercapai tahun depan. Meskipun, peringkat daya saing infrastruktur Indonesia pada tahun 2016 telah berhasil naik ke peringkat 60 meningkat 2 poin dari tahun 2015 pada posisi 62.
"Peringkat daya saing infrastruktur kita memang sudah naik ke 60. Tapi sekarang kita harus lari lebih cepat. Sebagai contoh di Tiongkok bangun tol 4.000-5.000 km per tahun. Dalam RPJMN 2015, kita targetkan hanya 1.000 km. Tetapi kita upayakan bisa 1.800 km tol selesai dan sebagian fungsional pada akhir 2019," ujar Menteri Basuki pada acara Forum Nasional Daya Saing Infrastruktur di Jakarta, Selasa (22/8).
Untuk itu Menteri Basuki menyatakan ada empat hal yang perlu dilakukan untuk bisa mengejar ketertinggalan dalam rangka meningkatkan daya saing infrastruktur Indonesia, yakni aspek regulasi, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), inovasi dan riset serta kepemimpinan (leadership).
"Daya saing bukan lagi ditentukan oleh besar dan kecil atau lemah dan kuat sebuah negara tapi mana yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah. Salah satu yang mempercepat adalah dengan penyederhanaan regulasi untuk memperbaiki ease of doing business," katanya.
Menurut Menteri Basuki, sejauh ini beberapa pemerintah daerah telah berhasil melakukan penyederhanaan perijinan. Sebagai contoh beberapa waktu lalu terdapat tiga provinsi, tiga kabupaten dan tiga kota yang telah berkontribusi secara signifikan dalam kemudahan layanan perijinan dalam pembangunan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). "Contoh di Pontianak perijinan untuk pembangunan sudah bisa diperoleh dalam 3,5-6,5 jam," ungkapnya.
Menteri Basuki menambahkan hal lainnya yang harus terus ditingkatkan adalah pengembangan inovasi dan riset pembangunan infrastruktur. "Melalui Balitbang Kementerian PUPR saat ini sudah diterapkan lebih dari 25 teknologi yang baru untuk mempercepat dan mempermudah pembangunan infrastruktur. Diantaranya penggunaan teknologi Corrugated Mortar Busa Pusjatan (CMP). Aplikasi teknologi CMP di flyover Dermoleng, Klonengan, Kesambi dan Kretek yang dapat diselesaikan dalam waktu 4 bulan ini mampu menghemat biaya sampai 70 persen dan waktu pengerjaan lebih cepat 50%.
Sedangkan terkait inovasi pembiayaan dimana infrastruktur yang layak secara finansial seperti jalan tol dan jaringan perpipaan air minum dilakukan dengan menggunakan dana swasta/investasi murni, kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU), maupun penugasan kepada BUMN. Sebagai ilustrasi, investasi pembangunan jalan tol dari tahun 2015 hingga 2019 nanti diperkirakan mencapai Rp 260 triliun. BUMN Karya kini sangat aktif dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur, seperti PT. Hutama Karya, PT. Waskita Karya, dan PT. Jasa Marga.
Infrastruktur Perkecil Kesenjangan
Dalam forum nasional tersebut juga digelar diskusi panel yang dihadiri oleh Dirjen Bina Marga Arie Setiadi Moerwanto, Pengamat Ekonomi Aviliani, Pengamat Kebijakan Transportasi Danang Parikesit, Dirjen Industri Logam , Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan, Deputi Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Kementerian Sekretariat Negara Muh Saptamurti, Deputi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo, Wakil dari BPPT Sudarmadi dan Direktur Operasional III PT Wijaya Karya Destian Suwarjono.
Dengan keterbatasan pembiayaan dari Pemerintah, Arie Setiadi mengatakan diperlukan inovasi skema pembiayaan. Untuk meningkatkan investasi dalam pembangunan jalan tol, ditawarkan berbagai skema kerjasama dengan badan usaha antara lain menggunakan model build finance operate transfer. Bentuk kerjasama ini pihak swasta merencanakan, membangun, membiayai, mengoperasikan proyek konstruksi dan mengembalikannya kepada pemerintah setelah masa konsesi berakhir.
Sementara Aviliani menyoroti investasi BUMN dalam pembangunan jalan tol sudah berjalan baik terlebih dengan adanya jaminan pemerintah. Namun investasi infrastruktur yang bersumber dari swasta perlu didorong lagi. Disamping tol, perlu terus didorong infrastruktur yang berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
Danang Parikesit menyampaikan bahwa pembangunan infrastruktur tidak semata untuk mengejar pertumbuhan (growth) di pusat-pusat ekonomi produktif, namun juga berfungsi memenuhi kebutuhan redistribusi kesejahteraan di kawasan-kawasan yang sedang berkembang atau tertinggal guna mengurangi kesenjangan. "Transportasi yang baik, jaminan pasokan energi, ketersediaan dan kualitas air minum dan sanitasi merupakan kunci meningkatkan kesetaraan kesejahteraan," jelasnya.
Melalui forum ini, Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR Yusid Toyib mengatakan bisa diperoleh rekomendasi kebijakan yang bersifat terobosan guna meningkatkan peringkat daya saing infrastruktur Indonesia yang ditargetkan bisa berada pada posisi 40.