Mengenal "IRI", Indikator Nyaman Di Jalan
Bagi yang terbiasa bepergian menggunakan jalur darat, akan memilih melalui rute melalui jalan nasional ketimbang jalan provinsi, apalagi jalan nasional. Tak lain karena jalan nasional memiliki kondisi pelayanan mantap sehingga jauh lebih nyaman dibanding jalan provinsi dan kabupaten/kota.
Menurut data pada Rencana Strategis Direkrorat Jenderal Bina Marga 2015-2019, jalan nasional, yang jumlahnya hanya 10% dari total keseluruhan jalan di Indonesia, memiliki kondisi mantap di 94% panjang jalan. Sementara kondisi jalan provinsi, yang panjangnya 10% dari keseluruhan jalan di Indonesia, hanya 68% yang memiliki kondisi kemantapan. Jalan Kabupaten/Kota yang panjangnya 80% dari total panjang jalan di Indonesia, kondisi mantapnya hanya 59%.
Pelayanan ruas jalan dikatagorikan mantap atau tidak mantap mengacu pada kondisi perkerasan jalan yang ditunjukkan berdasarkan pada standar kekasaran permukaan jalan (International Roughness Index/IRI), lebar perkerasan jalan, berikut bahu jalan, dan volume lalu lintas.
Indeks Kerataan Jalan (IRI)
IRI atau indeks kerataan permukaan jalan dikembangkan oleh Bank Dunia pada tahun 1980-an. IRI digunakan untuk menggambarkan suatu profil memanjang dari suatu jalan dan digunakan sebagai standar ketidakrataan permukaan jalan. Satuan yang biasa direkomendasikan adalah meter per kilometer (m/km).
Ruas jalan dikatagorikan mantap jika memiliki lebar jalur perkerasan beraspal dengan kondisi IRI lebih kecil dari 4 m/Km,dengan lebar jalan 4,5 meter, plus bahu jalan 1,0 meter, melayani volume lalu lintas dengan LHRT ≤ 1000 smp/hari. Artinya, semakin besar nilai IRI, semakin buruk kondisi jalan.
Menurut Ir. Latif Budi Suparma, M.Sc, Ph.D, dosen Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, sebelum dikenal standar IRI, pengukuran kerataaan jalan di Indonesia menggunakan profilometer biasa.
“Misal ada alat sederhana namanya Dipstick,” kata Latif yang memiliki keahlian bidang Bahan Perkerasan, Manajemen Perkerasan dan Teknik Transportasi ini.
Pengukuran IRI dilakukan sepanjang longitudinal jalan yang menyatakan rata-rata kerataan permukaan jalan. IRI tidak mengukur secara langsung kerusakan jalan, dan tidak dapat mengidentifikasi jenis kerusakan jalan.
“Angka akhir IRI biasanya digunakan untuk menyatakan pavement condition rating (PCR). IRI akan mengindikasikan tingkat kenyamanan ketika dilewati (rideability) dan nilai PCR menunjukkan tingkat rideability-nya,” kata Latif yang meraih doktor di University of Leeds, Inggris.
Perpaduan dengan SDI dan PCI
Selain pengukuran IRI, juga dikenal pengukuran Surface Distress Index (SDI) dan Pavement Condition Index (PCI). SDI dan PCI mengindikasikan kondisi permukaan perkerasan berdasarkan kerusakan jalan, jenis kerusakan, besaran kerusakan (severity level and density) dan seberapa besar pengurangan performance jalan akibat adanya kerusakan.
Bina Marga menggabungkan nilai SDI dan IRI untuk mengidentifikasi tingkat performance jalan. Hasil, IRI, SDI, dan PCI juga digunakan sebagai dasar mengetahui jenis penanganan pemeliharaan jalan.
“Hal inilah yang nantinya berimbas pada kenyamanan pengguna jalan,” kata Latif.
Pada program studi transportasi S1 UGM, materi IRI dan pavement evaluation measures lainnya masih berupa pengenalan, yang diajarkan pada mata kuliah Pelaksanaan Perkerasan.
“Mahasiswa S-1 hanya diperkenalkan datanya saja. Sekali waktu diminta praktek sendiri dengan menggunakan aplikasi pada smartphone. Misalnya dengan aplikasi Bump Recorder,” kata Latif.
Sementara di tingkat magister, khususnya Magister Sistem dan Teknik Transportasi (MSTT), IRI diajarkan lebih detil pada mata kuliah Sistem Manajemen Perkerasan (Pavement Management System).
“Tetapi tidak ada praktik lapangan karena kami belum memiliki alatnya,” ujarnya.
Pengukuran Berbasis Aplikasi Android
Metode pengukuran kerataan jalan yang dikenal pada umumnya antara lain metode NAASRA (SNI 03-3426-1994). Metode lainnya adalah Rolling Straight Edge, Slope Profilometer (AASHTO Road Test), CHLOE Profilometer, dan Roughometer.
Di era ponsel pintar, penggunaan aplikasi berbasis Android untuk mengukur kerataan jalan sudah banyak dipakai. Namun menurut Latif, pengukurannya hanya untuk mengidentifikasi awal tingkat kerataan jalan. Problemnya adalah tingkat akurasinya sangat variatif. Penggunaan aplikasi ini biasanya dengan meletakkan smartphone pada dashboard mobil.
“Ketika berbeda mobil, hasilnya dapat berbeda. Berbeda sopir, hasilnya juga dapat berbeda. Jadi kesalahannya sangat variatif. Bisa saja menggunakan mobil yang sama dan sopir yang sama, tetapi perlu ada validasi dengan alat ukur standar,” kata Latif menambahkan. Pengukuran IRI yang standar menggunakan kendaraan yang dirancang khusus dengan spesifikasi yang sudah standar pula.
(DIPO HANDOKO)