Pemerintah Bentuk Tim Pendanaan Investasi Infrastruktur Perhubungan
JAKARTA - Kementerian Perhubungan membentuk Tim Pendanaan Investasi Infrastruktur Perhubungan melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 590 Tahun 2016.
Tim tersebut bertugas merencanakan dan mempersiapkan proyek infrastruktur yang akan dibiayai oleh skema pendanaan alternatif selain Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dalam sambutannya pada Rapat Kerja Kementerian Perhubungan 2016 di Jakarta, Rabu (16/11/2016), Tim Pendanaan Investasi Infrastruktur Perhubungan tersebut untuk memperluas ruang gerak fiskal melalui peningkatan penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) untuk kegiatan pembangunan infrastruktur serta peningkatan peran APBD, BUMN dan Swasta.
"Pada masa mendatang ketika pembangunan dan pengembangan infrastruktur transportasi harus dipercepat, ketergantungan kepada APBN tidak dapat dipertahankan," katanya.
Budi menyebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 di sektor transportasi membutuhkan pendanaan sebesar Rp1.283 triliun.
"Dari alokasi dana tersebut, diperkirakan pemerintah hanya mampu menyediakan melalui APBN sebesar Rp491 triliun, sehingga terjadi kekurangan pendanaan (financial gap)," katanya.
Menurut dia, alternatif pendanaan lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah melalui peningkatan peran swasta dan BUMN dalam penyediaan infrastruktur transportasi.
Namun, lanjut dia, terdapat kendala yang dihadapi pemerintah dalam mempromosikan kerja sama pemerintah dengan swasta (KPS), seperti proses pembebasan lahan, ketidakmampuan sektor swasta untuk masuk ke dalam risiko investask pada proyek-proyek yang ditawarkan, kurangnya kredibilitas proyek-proyek infrastruktur yang ditawarkan, dan belum optimalnya dukungan yang memadai untuk memungkinkan peran serta yang lebih besar dalam proyek KPS oleh para pemangku kepentingan.
"Untuk itu dibentuk Tim Pendanaan Infrastruktur ini karena sebenarnya swasta dan BUMN ini punya potensi dan sekarang sudah berkiprah dan ingin berkiprah lebih dalam," katanya.
Saat ini, kata dia, telah dibentuk tim tersebut dengan melibatkan pihak kompeten agar perencanaan dan perkembangan bisa dilakuka secara profesional dan bisa menberikan manfaat bagi transportasi.
Budi mengatakan pemerintah hanya bisa membiayai sepertiga dari kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur transportasi, karena itu keterlibatan BUMN dan swasta sangat diperlukan.
Dia menyebutkan beberapa proyek perhubungan yang diusulkan untuk dapat dibiayai oleh skema pendanaan alternatif selain APBN, untuk Sektor Perhubungan Darat, di antaranya Pengembangan Terminal Mengwi di Badung-Bali, Terminal Tirtonadi Solo dan pembangunan angkutan massal perkotaan.
Sementara itu, untuk Sektor Perkeretaapian, antara lain KA Ekspress Line Bandara Internasional Soekarno-Hatta (SHIA), program pembangunan Ka Akses Bandara Adi Sumarmo-Solo, KA Kertapati-Simpang-Tanjung Api-api dan Kereta Cepat (High Speed Train) Jakarta-Surabaya.
Adapun Sektor Perhubungan Laut, yaitu membangun Pelabuhan Kuala Tanjung, sedangkan untuk Perhubungan Udara Bandara Karawang dan Bandara Bali Baru.
Budi menjelaskan kerja sama pemanfaatan barang milik negara itu dilakukan pola kerja sama pengelolaan pelabuhan antara pemerintah dengan Badan Usaha Pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.
"Terkait insentif, dengan memberikan pelabuhan saja itu sudah insentif yang sangat besar karena selama ini tidak ada kesempatan bagi swasta karena bersaing dengan UPT (unit pelaksana teknis)," katanya.
Dia menyebutkan saat ini ada 10 lokasi pelabuhan yang siap untuk dilakukan kerja sama pemanfaatan dengan PT Pelindo I,II,III dan IV (Persero), yaitu Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Gunung Sitoli, KSOP Sintete, KSOP Badas, KSOP Lembar, KSOP Bima, KSOP Kendari, KSOP Arar, KSOP Bitung, KSOP Manokwari dan KSOP Merauke.
"Mari kita berikan dukungan sektor swasta dan BUMN peran serta yang lebih banyak atas fungsi sebagai regulator, dengan begitu industri bisa bekerja sama dengan kita," katanya.