Upaya Menstabilkan Ketahanan Pangan Seluruh Indonesia
Depok -Global Food Security Index (GFSI) atau Indeks Ketahanan Pangan Global yang dirilis The Economist dan Corteva perusahaan sains bidang pangan menempatkan negara Indonesia pada posisi 65 dari 113 negara. Di ASEAN, Indonesia masih di posisi kelima (per Oktober 2018).
Pencapaian itu cukup nyaman terdengar. Mengingat skor ketahanan pangan Indonesia berdasarkan laporan yang sama terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Di rentang 1-100, skor Indonesia naik secara bertahap dari 46,8 (2012) menjadi 54,8 (2018).
Laporan GFSI dibuat berdasarkan empat aspek penilaian, yakni keterjangkauan, ketersediaan, kualitas dan keamanan, serta sumber daya.
Dalam pembahasan dari catatan di atas, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan pihaknya akan terus berbenah diri demi menjawab tantangan kebutuhan pangan di masa depan.
“Produksi pangan harus dua kali lipat pada 2050 untuk memenuhi permintaan populasi dunia yang terus bertambah, sementara daratan dan ketersediaan air menjadi terbatas," kata Basuki Hadimuljono, saat memberikan sambutan di 3rd World Irrigation Forum di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Nusa Dua, Bali, Senin (2/9/2019).
Melihat pernyataan Basuki, adalah masuk akal bila sepanjang 2015-2019, sebagaimana yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian PUPR, pemerintah menargetkan pembangunan 65 bendungan, 1.088 embung, 1 juta hektar pembangunan jaringan irigasi baru, 3 juta hektar rehabilitasi jaringan irigasi, 306 pengendali sedimen dan lahar, penyediaan air baku 67,52 m³/detik, hingga pengendali banjir dan pengaman pantai sepanjang 3.620 km.
“Ketahanan pangan harus didukung oleh ketahanan air,” kata Dirjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR Hari Suprayogi, Rabu (20/11). Ia juga menyampaikan, semua upaya pemerintah dilakukan demi mewujudkan visium di tahun 2030 Indonesia punya pasokan air 120 meter kubik per kapita per tahun.
“Saat ini Indonesia masih 58 meter kubik per kapita per tahun. Maka untuk memenuhi target itu pembangunan tampungan harus selalu dilakukan,” kata Hari.
Untuk diketahui, proyek pembangunan 65 bendungan membutuhkan dana 73,81 triliun rupiah. Dengan capaian saat ini, diharapkan 17 miliar meter kubik air bisa ditampung dan dimanfaatkan, salah satunya, untuk irigasi.
Sebelumnya, Indonesia memiliki 231 bendungan besar yang mampu mengairi 11 persen dari luas total 7,1 juta hektar sawah. Dengan terbangunnya 65 bendungan pada 2024 mendatang, diharapkan total layanan air untuk irigasi meningkat menjadi 465 ribu hektar, atau setara 20 persen dari total sawah.
Adapun pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi yang saat ini dikerjakan pemerintah antara lain Daerah Irigasi (D.I.) Lhok Guci, Aceh (18.542 hektar), Jambo Aye Kanan, Aceh (3.028 hektar), Lematang, Sumatera Selatan (3.000 hektar), Umpu System/Wai Besai (7.500 hektar), Leuwigoong, Jawa Barat (5.313 hektar), Baliase, Sulawesi Selatan (21.925 hektar), dan Gumbasa, Sulawesi Tengah (8.103 hektar).
Dalam konteks ketahanan pangan, pembangunan bendungan dan saluran irigasi itu memungkinkan petani tetap mendapat pasokan air yang cukup di musim kemarau, sehingga kebutuhan konsumsi masyarakat tetap terpenuhi, bahkan panen bisa ditingkatkan hingga 3 kali lipat dalam setahun.
Selain pembangunan infrastruktur, upaya meningkatkan ketahanan pangan juga dilakukan dengan modernisasi irigasi yang saat ini masih terus disosialisasikan kepada para petani. “Upaya itu mencakup lima pilar: Keandalan Suplai Air; Keandalan Jaringan/Infrastruktur Irigasi; Manajemen Air; Kelembagaan Petani; Peningkatan Kualitas SDM,” kata Direktur Irigasi dan Rawa, Ditjen SDA Kementerian PUPR, Mochammad Mazid.