Proyek LRT Jabodebek Tunggu Financial Closing Di Bulan Desember Nanti
Jakarta – Proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek masih terus dilakukan, namun pihak PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) menyatakan bahwa jadwal untuk penyelesaian pembiayaan (Financial Closing) proyek LRT ini akan mundur ke bulan Desember.
Pemerintah melalui Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menyatakan bahwa saat ini pihaknya beserta pihak terkait sedang melakukan finalisasi terhadap permasalahan ini. Hal ini dikarenakan masih adanya dokumen syarat pencairan pembiayaan yang perlu dilengkapi oleh pemerintah dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk selaku kontraktor utama.
“Finalisasi, menyelesaikan beberapa hal yang sebenarnya sudah di masing-masing kementerian/lembaga sudah selesai. Kami kemudian akan melakukan konsinyering untuk membicarakan tarif, konsesi proyek hingga masalah pembiayaan,” kata Menteri Budi pada hari Rabu (1/11) kemarin.
Sementara itu Edi Sukmoro selaku Direktur Utama dari PT Kereta Api juga menambahkan bahwa masalah pembiayaan ini dapat segera terselesaikan paling lambat di akhir tahun 2017.
“Kalau Financial Closing paling lambat kan Desember,” kata Edi Sukmoro.
Selain itu, Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), Emma Sri Martini juga menjelaskan bahwa penyelesaian pembiayaan ini akan dilakukan secepatnya. Emma juga mengaku bahwa pihaknya masih harus melengkapi berbagai macam dokumen agar bisa dilakukan Financial Closing, termasuk kelengkapan belanja modal, konsensi, dan juga mekanisme subsidi.
“Kelengkapan masih banyak (yang harus dipenuhi), ini skema baru. Ada peraturan menteri yang dibuat dan disesuaikan dan syarat Financial Closing dari Lender harus jelas, ada berapa Capex-nya? Kemudian struktur subsidinya, segala macam harus jelas,” Jelas Emma.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Operasi III PT Adhi Karya (Persero) Tbk, Pundjung Setya Brata menjelaskan akan ada tambahan dari belanja modal (Capex) sebesar Rp 1 Triliun untuk penambahan dua stasiun baru dan juga perubahan sistem persinyalan. Dengan tambahan tersebut, maka secara total biaya prasarana mencapai Rp 22 Triliun.