UU Jasa Konstruksi Disahkan

16/12/2016

Tidak berkategori

JAKARTA — Setelah melalui pembahasan sejak Maret 2016 hingga Desember 2016, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Jasa Kostruksi menjadi UU dalam Rapat Paripurna Kamis (15/12/2016).

Anggota Komisi V DPR RI Nusyirwan Soejono menyampaikan terbitnya UU itu telah melalui evaluasi dalam mengakomodir dinamika jasa konstruksi yang selalu berkembang. Beberapa poin yang disorotinya dalam UU yang baru itu terkait adanya jasa konstruksi terintegrasi (design and built).

“Sudah diketok palu [UU Jasa Konstruksi]. Dengan dinamika jasa konstruksi maka sudah tepat UU  itu disahkan. Sehingga mudah-mudahan ini menjawab kawan kawan  dari jasa konstuksi,” katanya Kamis (15/12/2016).

Nusyirwan mengharapkan setelah disahkannya aturan itu, pemerintah segera menindaklanjuti dengan terbitnya peraturan turunan turunan baik melalui peraturan pemerintah, peraturan menteri ataupun peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Dia meyakini aturan tersebut dapat dituntaskan dalam waktu yang relatif singkat. Selain itu tuturnya UU itu harus mulai berlaku efektif selambat-lambatnya pada 2018.

RUU Jasa Konstruksi merupakan usul inisiatif DPR awalnya terdiri atas 15 Bab dan 113 pasal, setelah melalui sejumlah pembahasan dan perumusan intensif, akhirnya berhasil diselesaikan menjadi 14 Bab dan 106 pasal. Lewat perubahan sistematika dan materi muatan lebih 50%, maka UU yang baru ini akan menggantikan UU No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi sebelumnya terdiri dari 12 Bab dan 46 Pasal.

Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Prancis menjelaskan dalam pengaturan usaha jasa konstruksi meliputi struktur usaha, segmentasi pasar, persyaratan usaha serta diatur pula pengembangan jenis usaha Jasa Konstruksi yakni usaha Penyediaan Bangunan serta pengembangan usaha berkelanjutan.

Selain itu, pentingnya pemenuhan standar keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan konstruksi oleh pengguna jasa dan atau penyedia jasa mendapat prioritas guna mencegah terjadinya kegagalan bangunan. Penentuan mengenai kegagalan bangunan lanjutnya akan ditetapkan oleh penilai ahli.

“Terbitnya UU tersebut menjadi payung hukum yang dapat menjamin kepastian hukum dan usaha di bidang jasa konstruksi terutama perlindungan bagi penguna jasa, penyedia jasa, tenaga kerja konstruksi, dan masyarakat jasa konstruksi,” katanya.

Pada sisi penguatan sumber daya manusia Jasa Konstruksi dalam menghadapai persaingan global, peningkatan daya saing dan kompetensi tenaga kerja konstruksi dalam negeri dilakukan melalui sertifikasi Kompetensi Kerja, pemenuhan upah, dan remunerasi minimal bagi tenaga kerja konstruksi ditingkat jabatan ahli.

Ketua DPP Inkindo DKI Jakarta Peter Frans menyatakan kalangan konsultan menyambut baik UU Jasa konstruksi yang baru, khususnya terkait aturan remunerasi standar minimal yang ditetapkan pemerintah sehingga pihaknya tak perlu lagi melakukan penawaran harga jasa dalam memperoleh billing rate.

“Salah satu kemajuan dibandingkan UU yang lama adalah remunerasi itu. Selain hal itu  nantinya juga akan mempersingkat waktu lelang,”katanya.

Dirjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Yusid Toyib meminta agar daya saing dan kompetensi tenaga kerja konstruksi ditingkatkan, tidak hanya keahlian tapi juga termasuk kesejahteraan profesi jasa konstruksi melalui peningkatan remunerasi para pekerja konstruksi.

“Jangan sampai pekerja konstruksi asing yang masuk Indonesia dibayar lebih mahal dari tenaga kerja konstruksi asli Indonesia. Inilah pentingnya kita menetapkan remunerasi minimal bagi pekerja konstruksi Indonesia”, ujarnya.

Fary melanjutkan tim Panja Komisi V dan pemerintah juga bersepakat menghapus ketentuan pidana dan menekankan penegakan hukum pada aspek administrasi dan keperdataan. Dalam hal terjadi sengketa antar pihak, diterapkan prinsip dasar musyawarah untuk mufakat.

Demi menjamin kerberlangsungan proses penyelanggaraan Jasa Konstruksi, RUU ini juga mengatur apabila ada dugaan kejahatan atau pelanggaran oleh pengguna dan penyedia jasa, maka proses hukum dilakukan dengan tidak mengganggu atau menghentikan proses penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

"Dalam hal adanya dugaan kejahatan atau pelanggaran terkait kerugian negara, pemeriksaan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan dari lembaga negara yang berwenang,"papar Fary.